Sabtu, 14 Januari 2017

[Book Review] Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin-Tere Liye


Judul                                                     : Daun yang Jatuh Tak Pernah
Membenci Angin
Penulis                                                 : Tere Liye
Design dan ilustrasi sampul       : Orkha Creative
Penerbit                                              : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN                                                      : 978-602-03-3160-7
Cetakan                                               : Cetakan ke 29: Desember 2016
Jumlah halaman                              : 264 halaman
***
Dia bagai malaikat bagi keluarga kami. Merengkuh aku, adikku, dan Ibu dari kehidupan jalanan yang miskin dan nestapa. Memberikan makan, tempat berteduh, sekolah dan janji masa depan yang lebih baik.

Dia sungguh bagai malaikat bagi keluarga kami. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan teladan tanpa mengharap budi sekali pun. Dan lihatlah, aku membalas itu semua dengan membiarkan mekar perasaan ini.

Ibu benar, tak layak aku mencintai malaikat keluarga kami. Tak pantas.
Maafkan aku, Ibu. Perasaan kagum, terpesona, atau entahlah itu muncul tak tertahankan bahwa sejak rambutku masih dikepang dua.

Sekarang, ketika aku tahu dia boleh jadi tidak pernah menganggapku lebih dari seorang adik yang tidak tahu diri, biarlah.. biarlah aku luruh ke bumi seperti sehelai daun... daun yang tidak pernah membenci angin meski harus terenggutkan dari tangkai pohonnya.
***
Awalnya, Tania hanyalah seorang pengamen jalanan. Bersama adiknya, ia harus rela putus sekolah dan beralih mengais rezeki menjadi pengamen dari satu bis ke bis lainnya. Dari pagi hingga malam. Suatu hari, ia bertemu seseorang yang mengubah kehidupan keluarganya. Seseorang yang membuat Tania dan adiknya bersekolah kembali, seseorang yang membuat Ia, adik dan Ibunya tinggal di rumah kontrakan, tidak dirumah kardus lagi, seseorang yang membuat toko buku terbesar di kota menjadi tempat favorit Tania. Seseorang itu bernama Oom Danar.

“aku ingat sekali saat menatap mukanya untuk pertama kali. Dia tersenyum hangat menentramkan. Mukanya amat menyenangkan. Muka yang memesona oleh cahaya kebaikan.”

Saat pertama kali mereka bertemu, usia Tania baru 11 tahun, sedangkan Danar 25 tahun. Jarak usia yang terbilang jauh tak bisa menghentikan perasaan yang tumbuh dihati Tania kepada Danar. Mungkin awalnya Tania tak tahu apa nama perasaannya, tapi Tania tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik dan pintar. Ia tahu pasti  ia mencintai Danar sebagai lelaki.

“...orang yang memendam perasaan sering kali terjebak oleh hatinya sendiri. Sibuk merangkai semua kejadian di sekitarnya untuk membenarkan hatinya berharap. Sibuk menguhubungkan banyak hal agar hatinya senang menimbun mimpi. Sehingga suatu ketika dia tidak tahu lagi mana simpul yang nyata dan mana simpul yang dusta.”

Perasaan Tania terus berkembang pada Danar, apalagi Danar memberikan perhatian lebih kepadanya, membuat Tania berfikir ia memiliki harapan. Tapi kenyataannya, fikiran itu salah. Danar justru membuat keputusan untuk menikah dengan wanita lain. Pupus sudahlah harapan Tania. Namun, ada yang aneh setelah Danar menikah. Sifatnya yang biasanya menyenangkan dan membuat semua orang nyaman berada didekatnya itu menghilang, keanehan itu kemudian menjadi tanda tanya besar untuk Tania. Apalagi Dede, adiknya mengaku tak tahu menahu perihal masalah ini.

“Kau pandai sekali menyembunyikan semua perasaan itu. Semua pelukan itu. Semua tatapan itu. Kau pandai sekali... kau menipu dirimu sendiri.”
---

Yap.. meskipun ini novel udah lama banget, tapi aku tetap ingin mereviewnyaJ Dan sebenarnya ini ke 3 kalinya aku menyelesaikan novel ini. Walaupun udah hafal banget jalan ceritanya tapi ngga mengurangi kenikmatan aku dalam membacanya. Aku sangat sangat menikmati novel ini dari halaman pertama sampai akhir. Walaupun sebenarnya agak kecewa sih di ending, karena menurutku ini agak menggantung. Tidak ada kejelasan dalam endingnya.

Menggunakan sudut pandang PoV 1, kita akan bisa merasakan seperti benar-benar menjadi Tania sang tokoh ‘aku’. Penulis juga dapat dengan baik mendeskripsikan segala sesuatunya baik itu watak setiap tokohnya, maupun penggambaran suasana di satu tempat. Seperti di toko buku yang menjadi latar utama novel ini, penulis menggambarkan dengan jelas letak-letak kios di depan toko buku ini, juga suasana di depan toko buku tersebut seperti lalu lintasnya, orang-orang yang lewat dan lainnya. Hal ini lagi-lagi membuat aku seperti berada dalam suasana tersebut. Masuk ke dalam ceritanya.

Novel ini tentu tidak hanya berisi dua tokoh saja yaitu Tania dan Danar. Tapi juga ada Dede-adik Tania-, Anne-sahabat Tania, Ibu, dan Ratna –istri Danar- dan masih ada beberapa lagi. Tapi dari semua tokoh itu, dari 3x aku membaca novel ini tidak ada yang benar-benar membuat aku suka. Kesemuanya memiliki kekurangan yang membuat aku malah gereget akibat tindakannya masing-masing. Yang paling aku geregetin atau kurang suka yaitu Danar karena setelah menikah ia justru tidak memperhatikan istrinya, ia malah bersikap acuh tak acuh. Disitu aku seperti bisa merasakan menjadi istrinya dan rasanya sakit banget. Jadi nyesek sendiri bacanya.

Banyak pesan yang aku dapat dari membaca buku ini. Tidak hanya tentang cinta, tapi juga tentang kehidupan. Tania yang awalnya seorang pengamen namun bisa berhasil menjadi orang sukses membuat aku percaya bahwa apabila kita terus berusaha semaksimal mungkin kita akan bisa menggapai sesuatu yang bahkan kita tidak pernah memimpikannya.
Ada beberapa bagian yang aku tandai di novel ini, diantaranya yaitu

...kehidupan harus berlanjut. Ketika kau kehilangan semangat, ingatlah kata-kataku dulu. Kehidupan ini seperti daun yang jatuh... biarkanlah angin yang menerbangkannya... “ halaman 70

Kebaikan itu seperti pesawat terbang.  Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang bersonansi, kebaikan yang menyebar dengan cepat.”- halaman 184

Bahwa hidup harus menerima.. penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti.. pengertian yang benar.  Bahwa hidup harus memahami.. pemahaman yang yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan penerimaan itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian sedih dan menyakitkan.”halaman 196

 “Cinta tak harus memiliki. Tak ada yang sempurna dalam kehidupan ini.”- halaman 256

Dan itulah sedikit review dari aku. Meskipun menurutku endinya menggantung, tapi secara keseluruhan aku sangat menyukainya. Aku fikir novel ini cocok buat siapa aja, khusunya yang suka sedih-sedihan dan nyesek-nyesekkan seperti aku, hehe. 4,5 bintang untuk Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin ini. Sekian dari aku. Mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan penulisan dan penyampaian review ini. Terimakasih sudah sempat membaca J

Regard

Fridalia

14012017

0 komentar:

Posting Komentar

Warung Blogger

Warung Blogger ">

Blogroll

Blogger Perempuan">
 
Friday's Book Corner Blogger Template by Ipietoon Blogger Template