Judul : Purple Eyes
Penulis : Prisca Primasari
Editor : Cerberus 404
Desainer sampul :
Chyntia Yanetha
Penerbit : Penerbit Inari
ISBN : 978-602-743-220-8
Cetakan : Cetakan pertama, Mei 2016
Jumlah
halaman : 144 halaman
Blurb
“Karena terkadang tidak merasakan
itu lebih baik daripada menanggung rasa sakit yang bertubi-tubi.”
Ivarr Amundsen kehilangan
kemampuannya untuk merasa. Orang yang sangat dia sayangi meninggal dengan cara
yang keji dan dia memilih untuk tidak merasakan apa-apa lagi, menjadi sebongkah
patung.
Namun, saat Ivaar bertemu
Solveig, perlahan dia bisa merasakan lagi percikan-percikan emosi dalam
dirinya. Solveig, gadis yang tiba-tiba masuk dalam kehidupannya. Solveig, gadis
yang misterius dan aneh.
Berlatar di Trondheim, Norwegia,
kisah ini akan membawamu ke suatu masa yang muram dan bersalju. Namun, cinta
akan selalu ada, bahkan di saat-saat tergelap sekalipun.
**
“Apakah bumi memang seburuk itu?
Semuanya hobi sekali mati, akhir-akhir ini.” halaman 10
Semenjak meninggal tahun 1985,
Lyre menjadi asisten Hades –Sang Dewa Kematian- menggantikan gadis sebelumnya
yang habis masa kontraknya.
Kini, di tahun ke-120
kematiannya, Lyre mendapat tugas untuk menemani Hades turun ke bumi demi
menjalankan sebuah misi yang hanya Hades yang tahu. Yang Lyre tahu, ini berhubungan dengan
kematian manusia yang akhir-akhir ini mengalami kasus serupa.
Hades dan Lyre turun ke bumi,
tepatnya di tanah Trondheim, Norwegia dengan nama yang berbeda. Lyre berganti menjadi
Solveig dan Hades menjadi Halstein.
“Dia....
seperti tidak punya hati. Berjalan-jalan dengannya seperti berjalan-jalan
bersama manusia tanpa jiwa.” Halaman 41
Entah apa misi Heilstein, Solveig
yang mengira hanya akan menemani Tuannya, mendapat tugas untuk selalu bertemu
seorang pemuda bernama Ivarr, yang diketahui sebagai Kakak dari salah satu
korban dari kasus kematian yang sama. Solveig bukannya tidak senang
berinteraksi dengan manusia, hanya saja Ivarr berbeda. Ia seperti tidak
memiliki emosi. Tidak bisa merasakan sesuatu, bahkan Solveig bisa merasakan
tatapan kosong dari matanya.
“Bukankah
lebih baik tidak merasa sama sekali, daripada merasa sakit?” halaman 95
Berawal dari rasa penasaran Ivarr
terhadap sikap Solveig yang misterius, perlahan-lahan emosi Ivaar mulai tumbuh.
Solveig pun mulai bisa merasakan kehangatan dari tatapan Ivaar. Mereka sama
sama tahu kalau ada suatu rasa yang tumbuh dihati mereka masing-masing. Rasa
ingin bersama.
“Pemuda
itu masih hidup, dan gadis itu sudah mati”
Mereka boleh memiliki perasaan
yang sama. Tapi ia harus sadar ia berbeda dari Ivarr. Ia sudah mati. Sedangkan
Ivarr masih hidup.
Lalu bagaimanakah kisah mereka
selanjutnya? Akankah mereka bersatu? Dan
apa sebenarnya misi Hades-Halstein di bumi?
--
Jadi,
cerita sedikit dulu yaa.. ini kedua kalinya aku membaca buku Purple Eyes karya
Kak Prisca Primasari. Di kali kedua ini aku ikut event Baca Bareng Purple Eyes
yang diadakan Reader Squad dan Paper&Ink merayakan Anniversary
Paper&Ink yang ke satu. So, Terimakasih untuk Paper&Ink dan Reader
Squad Id yang telah mengadakan event baca bareng Purple Eyes ini. serruu. Dan,
aku seneng banget di kali kedua ini, aku sangat sangat menikmati buku ini.
Membaca
buku ini memberikan warna baru bagiku. Biasanya aku sulit menerima kisah kisah
mitologi yang aku anggap tidak masuk akal. Tapi gaya bahasa penulis sangat
sederhana, membuat aku nyaman untuk menerima kisah dalam buku ini. Selain itu,
meskipun buku ini sangat tipis, tapi penulis dapat menyampaikan kisah ini dengan
baik. Feelnya terasa, konfilknya pas, dan pesannya ada.
Ivarr
menjadi tokoh favoritku. Meskipun di awal, sikapnya sangat dingin seperti es,
tapi setelah emosinya perlahan mulai tumbuh, Ivarr bisa bersikap manis layaknya
laki-laki lain. Ada adegan yang menjadi favoritku, yaitu ketika Ivarr mencari
alamat Solveig ke Inggris. Ah, perjuangannya. Hampir saja aku menangis di
bagian ini.
Tokoh
lain yang tidak kalah menarik adalah Hades-Sang Dewa Kematian, meskipun namanya
mengerikan, tapi Hades disini digambarkan sangat mempesona. Awalnya aku
mengira, dia akan menjadi tokoh antagonis, tapi ternya aku salah. Dia malah
melakukan sesuatu diluar dugaanku yang membuatku terkagum-kagum.
Tapi
kita jangan melupakan tokoh Lyre-Solveig dalam buku ini, dialah yang paling berjasa
untuk menghidupkan emosi Ivaar dan membuat Hades berubah fikiran. Solveig
memiliki karakter taat dan apa adanya. Bisa dicontoh nih oleh pembaca.
Ngga
banyak yang bisa aku sampaikan, intinya aku suka dengan buku ini. semuanya
terasa pas. Tidak kurang, tidak berlebihan. Oh iya, mungkin hanya ada satu
kurangnya yaitu perbedaan tanggal kelahiran adik Ivarr di halaman 24 dan 46.
Mungkin nanti jika cetak ulang bisa diperbaiki.
Overall
aku suka. Jadi, untuk kalian yang sangat suka membaca kisah –kisah sederhana
tapi manis, aku sarankan kalian untuk membaca buku ini. dijamin tidak akan
kecewa.
Untuk
menutup reviewku, ini dia beberapa kutipan yang aku suka
“Kalau tidak suka, jangan memberi
harapan. Kau sama saja menyakiti hati mereka.”
Halaman 34
“Orang menangis karena kehilangan itu
wajar, yang tidak wajar itu adalah kalau dia tidak menangis. lebih wajar lagi
kalau tidak merasa sedih.” Halaman 50
“Kata ibu saya, orang-orang yang tidak
sempat mendapat pasangan di dunia ketika masih hidup, akan bertemu pasangannya
di alam lain setelah mati.” Halaman 82
“Tapi sering kali , lebih baik merasa
sakit, daripada tidak merasa sama sekali..” halaman 95
“Membenci itu sangat melelahkan, bahkan
lebih menguras emosi daripada merasa sedih.” Halaman 117
Mohon
maaf jika ada kekurangan dan kesalahan dalam penulisan review ini. terimakasih
sudah menyempatkan membaca. J
Regard
Fridaliash
25-04-2017